Dua terminal tipe C di Kabupaten Pandeglang, yakni Terminal Cadasari dan Terminal Carita kondisinya memprihatinkan. Pasalnya, fasilitas yang sempat difungsikan itu kini sudah bertahun-tahun terbengkalai dan tak lagi digunakan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pembangunan kedua terminal tersebut menelan anggaran miliaran rupiah. Terminal Carita dibangun dengan dana sekitar Rp2,3 miliar dari APBD 2016. Sementara Terminal Cadasari menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,6 miliar dari APBD 2017.
Meski fisiknya sudah berdiri, kedua terminal tersebut kini tak terawat dan tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Warga sekitar pun menyayangkan kondisi tersebut dan mempertanyakan efektivitas perencanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah.
Salah satu warga setempat, Wahyudi mengatakan bahwa fasilitas terminal itu sudah lama tidak difungsikan sesuai peruntukannya.
“Sempat ada aktivitas kayak terminal pada umumnya, tapi enggak lama. Sekarang kosong lagi,” kata Wahyudi, Selasa (29/4/2025).
Menurutnya, pembangunan terminal dengan dana besar seharusnya memberikan manfaat. Namun, kenyataannya malah jadi mubazir.
“Sayang saja uang besar bangun terminal tapi malah enggak ada manfaatnya, mubazir jadi terbengkalai,” ucapnya.
Wahyudi menambahkan, angkot enggan masuk ke area terminal karena akses jalan masuknya yang rusak, curam dan sepi.
“Paling angkot ngetem di jalan atas, harusnya sih terminal diaktifkan lagi sesuai fungsinya,” sambungnya.
Sementara, Kasi Terminal pada Dishub Pandeglang, Suhaedi mengakui dua terminal tipe C di wilayahnya, yakni Terminal Carita dan Cadasari, belum bisa difungsikan secara optimal. Sejumlah kendala teknis jadi alasan utama.
“Memang belum bisa difungsikan sebagaimana mestinya. Faktor utamanya akses jalan dan trayek yang belum mendukung, seperti rute Serang-Pandeglang dan Anyer-Carita untuk Terminal Carita,” katanya.
Ia menyebut, ke depan akan ada penyesuaian trayek agar angkot bisa menjangkau terminal secara langsung untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Untuk Terminal Cadasari, Dishub berencana mengaktifkan kembali fungsinya, terutama bagi angkutan umum dan bus peziarah. Bus yang parkir di area terminal nantinya akan dikenai tarif retribusi parkir yang masuk ke kas daerah.
“Bus kena tarif Rp10 ribu, mini bus Rp3 ribu, motor Rp2 ribu. Di sana nanti ada koordinator, dan kami akan kerja sama dengan pengelola ziarah atau kasepuhan agar kendaraan parkir di terminal, bukan di pinggir jalan yang bikin macet,” jelas Suhaedi.
Ia menambahkan, dasar penarikan retribusi itu mengacu pada Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu, juga akan diberlakukan sistem sewa lahan untuk pengelolaan terminal.
Namun, ia mengakui salah satu kendala utama Terminal Cadasari tak berfungsi maksimal adalah akses masuk yang curam dan tidak ideal untuk angkutan umum.
“Memang ada kekurangan dari segi fasilitas, terutama di pintu masuk yang curam. Tapi kalau soal mushola dan toilet sudah kita rapikan, bahkan sopir DAMRI kadang tidur di sana,” ucapnya.
Saat ditanya apakah kondisi tersebut disebabkan kesalahan dalam perencanaan awal, Suhaedi enggan berkomentar banyak.
“Ya saya enggak bisa komentar itu,” ujarnya singkat.
Suhaedi juga mengaku kerap menerima keluhan dari sopir angkot yang enggan masuk ke terminal karena sepi penumpang.
“Keluhannya ya karena enggak ada penumpang. Kata mereka, ‘Pak, arek naon ka handap, emang arek narik bobongkong?’ (Pak, ngapain saya ke bawah, mau bawa penumpang pocong?). Sudah mah posisinya di belakang, jalannya rusak, ngejeblos, penumpang juga enggak ada,” bebernya.
Lanjutnya, Terminal Cadasari maupun Carita sempat difungsikan, namun hanya berjalan sekitar tiga bulan sebelum akhirnya kembali mangkrak karena berbagai faktor alasan baik akses fasilitas jalan terminal maupun trayek.
“Sebetulnya sempat jalan, tapi cuma tiga bulan. Setelah itu akses jalan rusak, jadi susah dimanfaatkan,” ujarnya.
Meski begitu, ia mengklaim saat ini terminal masih digunakan oleh bus DAMRI dan ke depan akan diaktifkan kembali secara penuh. Salah satunya dengan penyesuaian trayek dan penambahan angkutan umum lain.
“Kita akan imbangi dengan perubahan trayek. Tapi kendala kami juga banyak, petugas semua non-ASN. Dari 30 orang, cuma satu yang PNS, lainnya TKS. Mereka juga perlu makan,” ujarnya.
Suhaedi juga menyebutkan, salah satu alasan minimnya aktivitas angkot di terminal karena sudah tidak ada lagi Tempat Pembayaran Retribusi (TPR).
“Dulu waktu masih ada retribusi, terminal seperti Cadasari, Carita, dan Panimbang bisa difungsikan. Sekarang setelah dihapus, petugas juga enggak bisa ngapa-ngapain. Makanya kita ganti dengan tarif parkir khusus terminal,” pungkasnya.***
Penulis: Red