Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, Banten semakin menimbulkan bau tidak sedap dan kini dikeluhkan warga di sekitar lokasi TPA tersebut.
Pasalnya, bau menyengat dari tumpukan sampah dan serbuan lalat hijau semakin tak tertahankan oleh warga pemukiman sekitar.
Keluhan itu pun mencuat seiring dengan peningkatan volume sampah yang masuk ke TPA Bangkonol, termasuk kiriman dari luar daerah. Selain sudah menampung sampah dari Kabupaten Serang, TPA Bangkonol juga direncanakan akan menerima pasokan sampah dari Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Seorang warga Kampung Pasir Walet, Kelurahan Kabayan, Kecamatan Pandeglang, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan kejengkelannya. Bau sampah yang merebak tak tertahankan, terutama saat hujan turun, membuat lalat hijau semakin parah menyerbu rumah warga.
“Waduh, bukan kecium lagi baunya. Mau tidur saja harus disemprot pakai pewangi. Apalagi kalau habis hujan, sudah pasti bau menyengat. Tiada hari tanpa mencium bau sampah,” keluhnya pada media, Jumat (04/07/2025).
Ia juga menolak keras kompensasi yang pernah ditawarkan terkait dampak sampah. Menurutnya, nominal kompensasi yang hanya Rp25 ribu tidak sebanding dengan gangguan terhadap kesehatan dan kenyamanan hidup masyarakat sekitar.
“Masyarakat yang saya dengar cuma satu kali menerima uang kompensasi. Kalau saya, belum pernah sama sekali karena saya selalu menolak. Buat apa cuma Rp25 ribu? Beli bakso di Sogo saja tidak cukup satu mangkok pun. Tapi baunya setiap hari, mana lalat hijau,” ucapnya geram.
Terlebih lagi, pemberian kompensasi tersebut tidak pernah dilakukan secara terbuka. Warga tidak pernah dikumpulkan, melainkan hanya didatangi secara pribadi atau dari pintu ke pintu.
“Baunya setiap hari, setiap malam, berbulan-bulan, bertahun-tahun. Dan itu pun sembunyi-sembunyi pemberian kompensasinya, door to door, bukan dikumpulkan warganya,” tandasnya.
Ia juga menuturkan, kompensasi dampak pembuangan sampah itu justru hanya diberikan sekali dalam setahun, dan itupun hanya kepada warga yang tidak pernah protes atau komplain.
“Jadi ngasihnya ke orang yang enggak pernah komplain, ke saya mah enggak akan mau,” ujarnya.
Aroma bau busuk semakin kuat tercium saat kendaraan pengangkut sampah lalu lalang di jalur menuju TPA.
“Biasanya pengiriman sampah ke TPA itu selepas waktu dzuhur, magrib dan subuh. Lihat saja sekarang sedang banyak kendaraan yang mengangkut sampah ke TPA,” katanya.
Warga lainnya di beberapa komplek perumahan yang dekat dengan TPA tersebut juga mengaku tidak pernah mendapat pemberitahuan resmi mengenai kedatangan sampah dari luar daerah, termasuk rencana terbaru terkait sampah dari Tangsel.
“Boro-boro kami dapat kompensasi atau pemberitahuan sampah datang dari luar daerah, kami tidak tahu menahu. Pemberian kompensasi hanya Rp25 ribu dan hanya satu kali pada waktu sampah dari Serang itu yang tahun 2024,” tegasnya.
Ia menyebut, warga yang tinggal di sekitar jalur menuju TPA Bangkonol hanya kebagian bau sampahnya saja. Dalih peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak sejalan dengan kondisi jalan yang tetap rusak dan lampu penerangan jalan umum (PJU) yang gelap gulita.
“Jadi kami mah hanya diberi baunya doang. Kerjasama itu katanya buat PAD, tapi ini mah jalan rombeng, berarti itu mah hanya mementingkan ego sendiri. Penerangan pun boro-boro malah gelap,” imbuhnya.
Warga berharap agar pemerintah lebih memperhatikan dampak lingkungan dalam setiap kebijakan yang diambil. Mereka menilai, pembangunan atau kerja sama yang hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi bisa menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat sekitar.***
Penulis: Red