Sidang kasus dugaan penjualan Baby Bening Lobster (BBL) yang dilakukan oleh tiga nelayan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang sebagai terdakwa digelar secara maraton oleh Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Banten.
Setelah kemarin (06/01) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang menghadirkan saksi dan ahli, dalam sidang lanjutan ketiga kembali digelar yang menghadirkan saksi nelayan dari tiga terdakwa tersebut, Selasa (07/01/2025).
Sidang yang menarik perhatian masyarakat ini terregistrasi dengan Nomor: 219 / Pid.Sus / 2024 / PN. PDL. Dimana dua saksi meringankan, yaitu Suhendi dan Mahdi dalam kesaksiannya menyampaikan terkait keberadaan nelayan kecil dan proses perizinan.
“Saya bersama-sama pak Juwanda melaut, pekerjaan kita nelayan, dan dari 2000 ekor lobster ada punya saya 12p, jumlah tersebut merupakan titipan dari enam nelayan, karena pak Juwanda ditangkap saya tidak punya hasil,” tutur Mahdi sambil terisak menangis.
Cara memperoleh baby lobster lanjut Mahdi, tidak semudah apa yang dibayangkan, mengingat dari melaut yang mereka lakukan tidak semua memperoleh hasil.
“Kami bisa dua atau tiga hari dilaut untuk menaruh rompon, dan dari situ lah mata pencaharian kami. Sedangkan perizinan kami sudah memiliki NIB, dan hanya itu yang kami pahami sebagai nelayan,” ujarnya sambil berlinang air mata.
Sedangkan Suhendi menyampaikan tentang proses izin lanjutan. Ia membenarkan Juwanda sedang mengurus izin lanjutan yaitu pembuatan Kelompok Usaha Bersama (KUB) dan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
“Proses izinnya sedang berjalan, dan hari ini sudah selesai, tapi pak juwanda ditangkap,” kata Suhendi seraya menunjukan bukti sertifikat izin.
Menurut Suhendi, terkait izin lanjutan, para nelayan tidak memperoleh informasi utuh dari dinas terkait karena kurangnya sosialisasi. Sehingga tidak sedikit nelayan tidak memahami jika masih ada izin lanjutan tersebut.
“Itulah salah satu kelemahannya, sebenarnya nelayan tunduk dan mau mengurus, akan tetapi semua kan harus pakai uang dan birokrasinya ga mudah, ini bukti sertifikat lanjutan yang sudah slesai,” tutur Suhendi.
Sementara Kuasa Hukum ketiga terdakwa, Dadang Handayani menyayangkan penangkapan terhadap ketiga terdakwa yang merupakan masyarakat nelayan warga miskin di Kabupaten Pandeglang. Menurutnya, apabila semua pelanggaran yang sifatnya administratif bisa dipidana maka konteksnya sudah tidak lagi pembinaan.
“Ini kan pelanggaran administratif, terdakwa memiliki izin, kalau ada izin tambahan seharusnya dilakukan pembinaan agar nelayan memahami, bukan dipenjarakan,” ujar Dadang yang merupakan mantan Pimpinan Redaksi salah satu media group Jawa Pos itu.
Dikatakan Dadang, peran Pemda dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan tidak hadir dalam perkara-perkara kecil seperti ini. Ia sependapat terkait penegakan hukum, akan tetapi apa yang dilakukan oleh ketiga terdakwa bukan untuk di ekspor.
“Ini kan nelayan kecil yang hidupnya di laut, mereka mau bekerja, mau berusaha untuk menafkahi keluarga dengan cara menjual benih lobster ke pembudidaya, yang mereka lakukan bukan untuk diekspor,” tegasnya.
Seperti diketahui, kasus ini sempat tranding karena ada konten di tiktok Ina Sartina istri dari Juwanda menyampaikan surat terbuka kepada Presiden Prabowo dan Kapolri. Perkara ini sempat menjadi perhatian publik dan sekarang proses hukumnya sedang berjalan.
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa ketiga terdakwa dengan perbuatan melakukan usaha tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 92 jo Pasal 26 ayat 1 Junto Pasal 26 ayat (1) dan atau Pasal 88 Jo Pasal 16 atay (1) UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah di ubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan PP pengganti UU No: 2 tahun 2022 Tentang Cipta Kerja.
Sidang akan dilanjutkan Kamis (09/01/2025) mendatang, dengan agenda pembacaan tuntutan.***
Penulis: Red