Sorotdesaindonesia.id, Pandeglang | Warga masyarakat antusias menyaksikan pagelaran sastra lisan kolaboratif yang menggabungkan kekuatan naskah sastra dengan media wayang dalam rangkaian acara “Bengkel Sastra Alihwahana Manuskrip Babad Banten” di halaman Balebudaya Pandeglang, Sabtu 26 Oktober 2024, malam.
Pertunjukan yang diprakarsai oleh Komunitas Wayang Nganjor Indonesia, acara tersebut memadukan cerita klasik dari manuskrip Babad Banten dengan seni wayang untuk mempersembahkan sejarah Kesultanan Banten dalam bentuk yang baru dan penuh makna.
Menurut Ki Dalang Tirta salah satu budayawan asal Kabupaten Pandeglang menyatakan, bahwa melalui pertujukan sastra lisan kolaboratif ini interpretasinya dapat mengangkat kekayaan tradisi sastra lisan Banten dipulihkan dan disampaikan dalam bentuk yang mampu memikat berbagai kalangan, dari masyarakat umum hingga generasi muda.
“Pertunjukan dimulai pada pukul 20.00 WIB dan menghadirkan para dalang serta penutur sastra lisan lokal yang telah mengikuti lokakarya intensif di Bengkel Sastra Manuskrip,” ungkap Tirta kepada media, Minggu (27/10/2024).
“Dalam lokakarya ini, para seniman tidak hanya mendalami naskah Babad Banten, tetapi juga menggali nilai-nilai filosofis dan pesan moral yang terkandung dalam setiap kisah, sehingga mampu menghadirkan kembali cerita-cerita heroik Kesultanan Banten, seperti kisah perjuangan Pangeran Sabakingkin dalam mempertahankan menyebarkan Agama Islam di Banten melalui kedigjayaannya,” sambungnya.
Dikatakannya, pemahaman mendalam akan naskah ini kemudian diterjemahkan kedalam bentuk cerita wayang yang tidak hanya visual, tetapi juga memperkaya pengalaman mendengar penonton melalui dialog berirama, syair, dan suluk yang khas.
“Media wayang digunakan sebagai jembatan visual yang mampu menjangkau audiens dari berbagai latar belakang usia. Menggunakan wayang kulit yang dirancang khusus dengan karakter-karakter yang mewakili tokoh-tokoh penting Banten, para dalang berusaha menyajikan kisah-kisah yang bukan sekadar hiburan, tetapi sarat akan nilai sejarah dan etika,” tuturnya.
Lanjutnya, wayang dipilih bukan hanya sebagai alat peraga, tetapi juga sebagai media yang mampu menyampaikan kompleksitas cerita dengan unsur artistik dan mendalam, menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Banten dengan cara yang lebih dekat dan interaktif.
“Pemilihan wayang sebagai media utama menciptakan daya tarik tersendiri, mempertemukan berbagai elemen seni dalam satu pementasan kolaboratif. Dengan tokoh wayang golek dan wayang kulit yang dirancang mencerminkan tokoh-tokoh sejarah Banten,” ujarnya.
Pertunjukan ini katanya, menggambarkan peristiwa-peristiwa besar dalam Babad Banten dengan cara yang lebih mendalam dan visual, menjadikannya lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan.
“Wayang dalam pertunjukan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat peraga, tetapi sebagai media interpretatif yang mengemas narasi sejarah dalam bentuk simbolis dan artistik. Kegiatan ini didukung penuh oleh Pusat Perlindungan Bahasa dan Sastra dari Badan Bahasa Kemendikbud yang menunjukkan komitmen bersama dalam menjaga dan merawat warisan budaya sastra klasik lokal,” katanya.
Tirta berharap, bahwa pertunjukan ini bukan hanya menjadi sebuah ajang hiburan, tetapi juga sebuah upaya berkelanjutan untuk membangkitkan kesadaran generasi muda akan pentingnya sastra lisan dan media wayang sebagai warisan budaya yang kaya akan kearifan lokal. Dengan semangat dan antusiasme penonton yang tinggi.
“Panitia optimis bahwa pertunjukan ini akan menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk lebih mencintai dan melestarikan sastra dan seni pertunjukan tradisional sebagai bagian dari identitas Banten,” harapnya.***
Penulis: Red